Batas Kandungan Sulfur untuk lingkungan Laut

Batas Kandungan Sulfur untuk lingkungan Laut

Sobat SDGs P2B
IMO melalui pertemuan ke -72 Komite Perlindungan Lingkungan Laut (MEPC) yang digelar di London pada 9-13 April 2018, menetapkan batas atas kandungan sulfur dalam bunker sebesar 0.5 persen akan diberlakukan mulai 1 Januari 2020. Bunker adalah istilah bahan bakar dalam dunia pelayaran.
Kebijakan ini secara signifikan akan mengurangi jumlah sulfur oksida yang berasal dari emisi kapal. Memberi dampak positif yang besar bagi kesehatan dan lingkungan, khususnya bagi penduduk yang tinggal di dekat pelabuhan dan pantai.
setiap kapal harus memperoleh Sertifikat IAPP (International Air Pollution Prevention) yang diterbitkan oleh Negara Bendera. Sertifikat IAPP ini menyatakan bahwa sebuah kapal sudah menggunakan BBM yang berkadar sulfur maksimal 0.5 persen. Informasi kadar sulfur dibuktikan dari nota kualitas BBM yang diperoleh dari suplier BBM saat pengisian.
Pelabuhan dan negara pantai dapat menggunakan mekanisme Port State Control (PSC) untuk memverifikasi bahwa kapal sudah memenuhi IMO 0.5% Shulphur Cap tersebut atau tidak. Negara pelabuhan dan negara pantai juga bisa menerapkan strategi pengawasan tertentu untuk mengidentifikasi potensi pelanggaran.
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa setiap kapal baik kapal berbendera Indonesia maupun kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur senilai maksimal 0,5 % m/m, mulai 1 Januari 2020.
Hal tersebut diperkuat  dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. SE.35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulphur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang tidak Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal.
Adapun kewajiban menggunakan low sulphurtersebut menunjuk pada aturan International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL Convention) Annex VI Regulation 14, IMO Resolution Marine Environment Protection Committee (MEPC) 307(73) : 2018 Guidelines for the Discharge of Exhaust Gas Recirculation (EGR) Bleed-Off Water. Langkah IMO ini juga sebagai tindakan konkrit dalam mensukseskan program SDGs khususnya dalam pencegahan pencemaran lingkungan laut dari polusi udara.

Kegiatan Dukungan SGDs

Kegiatan Dukungan SGDs

            Sebagai bentuk dukungan dan kontribusi Politeknik Pelayaran Banten (P2B) dalam berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan (SDGs) maka tim dari P2B SDGs Center melakukan kunjungan ke Sekretariat SDGs Nasional. Tim pusat penelitian dan Pengembangan P2B yang terdiri dari Bapak Putra Ade Mardani, M.Sc, Aji Ludro M.MTr, Antaris Fahrisani M.Si dan Ibu Susi Madgalena M.Si disambut hangat oleh Perwakilan dari Sekretariat SDGsN Bapak Fadlan.

            Dalam kesempatan tersebut dibahas upaya-upaya P2Bbappenas sebagai Perwakilan SDGs ini merupakan hal baru di Politeknik Pelayaran Banten tetapi nilai-nilai SDGs sejatinya sudah lama melekat dalam kegiatan-kegiatan di Institusi seperti penanaman mangrove, membersihkan pantai (SDGs no 14 kehidupan Ekosistem Lautan), penanaman pohon-pohon dilingkungan kampus (Goal 13 Perubahan Iklim), adanya kesempatan bagi para pelaut wanita untuk sejajar mendapatkan kesempatan menjadi pelaut seperti pelaut pria (Goal 5 kesetaraan Gender), serta adanya peningkatan kualitas mutu kependidikan kepelautan (Goal no 4) dampak positif dari kualitas pendidikan secara langsung dapat membantu kesuksesan (Goal no 1 dalam mengurangi angka kemiskinan) lulusan pelaut di P2B dibekali kemampuan dan keahlian dan mampu bersaing di kancah Nasional maupun Internasional dengan point tersebut para lulusan mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan taraf hidupmya dengan masa depan yang baik.

            Jika nanti sudah resmi berdiri dan disahkan oleh SK dari kementrian PPN/Bappenas maka P2B SDGs Center di lembaga Perguruan Tinggi Kedinasaan. Ayo sobat P2B kita dukung dan wujudkan berdirinya SDGs Center di Politeknik Pelayaran Banten (P2B).